Kasus Penggelapan
Pajak
Oleh PT. Asian Agri
Group
Disusun
oleh :
Revie
Daramitha Utami
A1A113002
PENDIDIKAN
EKONOMI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Mendengar Lagi Maha Melihat
dan atas segala limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya tulis yang berbentuk makalah ini dengan judul “Kasus
Penggelapan Pajak Oleh PT. Asian Agri Group” Yang merupakan salah satu tugas mandiri yang diberikan Dosen mata kuliah “Perpajakan” di semester II.
Dalam penulisan
makalah ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril
maupun materil, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1.
Ibu Dra. Refnida,
M.Pd. , selaku dosen pengampu mata kuliah perpajakan.
2.
Kepada semua
sahabat dan teman-teman satu angkatan yang penulis tidak sebutkan namanya satu
persatu.
Penulis menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang
konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini
selanjutnya.
Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pada pembaca pada
umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai ibadah disisi-Nya, Amin
ya rabbal Alamin.
Jambi, 27 Juni 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................................ ii
Daftar Isi ...................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal Mula Kasus
Penggelapan Pajak .............................................. 3
2.2 Penyelesaian Kasus Asian Agri ............................................................ 7
2.3 Celah Keluar dari Pengadilan ............................................................... 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 11
3.2 Saran .................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Pajak merupakan
sumber penerimaan Negara disamping penerimaan dari sumber migas dan non
migas. Dengan posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan
strategis yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur keuangan
Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal
Pajak dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia.Dari tahun ke tahun telah
banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai
sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui
penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan perundang-undangan baru
dibidang perpajakan.
Pada umumnya di negara berkembang, penerimaan pajaknya
yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal ini disebabkan Negara
berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah persentasenya.namun
dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang menghindarkan diri dari
pajak atau dalam arti lainnya melakukan penyelewengan pajak dimana penghindaran
diri dari pajak ini bisa saja di sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya
dapat merugikan Negara. Dalam hal ini saya akan membahas mengenai salah kasus
penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri Group yang telah
terungkap namun belum jelas mengenai tuntutan hukum dan proses peradilan bagi
tersangkanya.
1.2 Rumusan Masalah
1)
Siapakah Pemilik dari PT.Asian Agri
Group ?
2)
Berapakah Kerugian Negara yang di
Derita Akibat dari Penggelapan Pajak yang dilakukan
Oleh PT Asian Agri Group ?
3)
Bagaimana Awal Mula Kasus Penggelapan
Pajak yang dilakukan Oleh PT Asian
Agri Group hingga Bisa Terbongkar dan Diketahui Oleh Negara ?
4)
Jenis Pajak Apa Sajakah yang di
Gelapkan Oleh PT.Asian Agri Group ?
5)
Mengapa Perlindungan Saksi Menjadi
Permasalahan yang lemah dalam kasus PT.Asian Agri Group ?
6)
Apa yang dimaksud dengan penyelesaian
kasus Pajak PT. Asian
Agri GroupMelalui Celah Keluar Pengadilan ?
1.3 Manfaat penulisan
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh
dari pembuataan makalah ini, adalah :
1.
Bagi masyarakat, diharapkan agar
benar-benar mengetahui tentang kasus penggelapan pajak oleh PT. Asian Agri Group
2.
Bagi penulis, sebagai salah satu
sarana untuk memperdalam ilmu pengetahuan terutama dalam bidang permasalahan
perpajakan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Mula Kasus Penggelapan Pajak
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah
satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik
Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah
keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar
(sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang
berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific
Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon,
PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.Secara
khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia,
Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu
penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang
menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak
oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol
brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13
November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller
di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini
terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu
bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah
dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan
komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada
tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun,
sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk
membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen
yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”,
disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer
pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual
produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke
perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk
kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu,
beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya
perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah
perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian
ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat
Pajak karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan
perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution,
kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan
intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian
penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di
Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan
tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak yang
berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai
(PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62
triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan biaya
perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232
miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian Agri
diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai total Rp
2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT
periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga
berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dari rangkaian investigasi dan
penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang
masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang
tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab
perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal
8 orang tersangka tersebut.
Terungkapnya kasus penggelapan pajak
oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik
koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks
pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap,
mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower.
Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming. Alih-alih memberikan
perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle
blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang –
karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG.
Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan
pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat
penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan
investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat
menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.Selain itu,
pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang
komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan
bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak
mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset
serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo)
cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi.
Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.Apa
yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin
buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah
yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang
tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para
pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan –
intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun
pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria
Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.Jangan sampai apa yang
dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam
pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak
oleh PT AAG.
2.2 Penyelesaian Kasus Asian Agri
Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri
Group (AAG) diduga telah melakukan penggelapan pajak (tax
evasion) selama beberapa
tahun terakhir sehingga menimbulkan kerugian negara
senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar penyidikan, berkembang wacana
mengenai penyelesaian kasus
itu
di luar pengadilan (out of court settlement). Hal ini sangat
menggelisahkan kalangan yang menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya
keadilan, tanpa pandang bulu. Sangat ironis jika para penjahat kelas teri
ditangkapi, ditembaki, disidangkan, dan dimasukkan bui, sementara itu penjahat
kerah putih (white collar criminal) yang mengakibatkan kerugian besar
pada negara justru dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
2.3 Celah Keluar dari Pengadilan
Meski peraturan perundangan mengancam
pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidana penjara dan denda yang
cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum untuk meloloskan para penggelap
pajak dari ketok palu hakim di pengadilan. Pasal 44B UU No.28/2007 membuka
peluang out of court settlement bagi tindak pidana di bidang perpajakan.
Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian, kasus berakhir (case closed)
jika wajib pajak yang telah melakukan kejahatan itu telah melunasi beban pajak
beserta sanksi administratif berupa denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu
lunak dalam mengatur tindak pidana perpajakan. Peluang out of court
settlement dimungkinkan bagi segala jenis tindak pidana perpajakan. Peluang
itu tidak hanya berlaku untuk “Perlawanan
Pasif terhadap Pajak”, yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara sadar atau disertai niat dari warga
masyarakat untuk merintangi aparat pajak dalam melakukan tugasnya. Penghentian
penyidikan dan penyelesaian di luar sidang juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif
terhadap Pajak” yang perbuatannya dilakukan lewat cara-cara ilegal dan langsung
ditujukan pada fiskus/pemerintah.
Jadi, penyelesaian
kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski masuk kategori
“Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun – tetap dapat diselesaikan di luar
sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri
Keuangan dan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses
penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Tidak Hanya Urusan Pajak !
Menilik modus operandi dalam kasus ini,
penggelapan pajak bukanlah satu-satunya perbuatan pidana yang bisa didakwakan
kepada Asian Agri Group. Penyidikan terhadap Asian Agri Group juga dapat
dikembangkan pada tindak pidana pencucian uang (money laundering). Dalam hal itu, penggelapan pajak oleh Asian Agri Group
perlu dilihat sebagai kejahatan asal (predict crime) dari tindak pidana
pencucian uang. Sebagaimana lazimnya, kejahatan pencucian uang tidak berdiri
sendiri dan terkait dengan kejahatan lain. Kegiatan pencucian uang adalah cara
untuk menghapuskan bukti dan menyamarkan asal-usul keberadaan uang dari kejahatan yang sebelumnya. Dalam kasus ini,
penggelapan pajak dapat menjadi salah satu mata rantai dari kejahatan pencucian
uang.
Asian Agri Group mengecilkan laba
perusahaan dalam negeri agar terhindar dari beban pajak yang semestinya dengan
cara mengalirkan labanya ke luar negeri (Mauritius, Hongkong Macao, dan British Virgin Island).
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) kelompok usaha Asian
Agri Group kepada Ditjen Pajak telah direkayasa sehingga kondisinya seolah
merugi (Lihat pernyataan Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak, mengenai
rekayasa SPT itu). Modus semacam itu memang biasa dilakukan dalam kejahatan
pencucian uang, sebagaimana juga diungkapkan oleh Ketua
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Yunus Hussein mengenai
profile, karakteristik, dan pola transaksi keuangan yang tidak beres
sebagai indikasi kuat adanya money laundering (Metro TV,
8/1/2008).
Kuatnya dugaan
tindak pidana pencucian uang oleh Asian Agri Group semakin didukung fakta-fakta
yang diperoleh lewat penelusuran Tempo. Investigasi wartawan Tempo
memperlihatkan adanya transaksi mencurigakan melalui perbankan untuk
mengalirkan uang hasil penggelapan pajak Asian Agri Group ke afiliasinya di
luar negeri yang ternyata adalah perusahaan fiktif. Salah satu perusahaan
fiktif itu adalah Twin Bonus Edible Oil and Fat, yang setelah dilakukan
pengecekan rupanya menggunakan alamat pabrik payung yang berkedudukan hukum di Hongkong (Tempo, 4/2/2007).Catatan/profile
transaksi keuangan yang tidak beres dan adanya transaksi dengan perusahaan
fiktif merupakan bukti permulaan yang bisa digunakan untuk membuat terang
dugaan tindak pidana pencucian uang. Penyidikan selanjutnya bisa dilakukan
dengan menyelusuri tiga tahapan dalam kejahatan pencucian uang. Pertama,
penempatan (placement) yang dimulai dengan menyelundupakan penghasilan yang diduga dari laba perusahaan
ke negara lain. Kedua, pelapisan (layering) yaitu
proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai
hasil upaya placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi
yang kompleks didesain untuk menyamarkan atau mengelabui sumber uang haram
terebut (mengenai tahap layering, lihat: Yunus Hussein, 2007).
Ketiga, integrasi (integration) yang
merupakan tahap akhir dari proses money laundering yang bertujuan
menjadikan uang hasil tindak pidana itu dapat digunakan/dinikmati selayaknya
uang halal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kasus Asian Agri adalah cermin sempurna
bagi penegak hukum kita. Persepsi itu muncul setelah petugas Kepolisian Daerah
Metro Jaya bersentuhan dengan kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri, salah
satu perusahaan milik taipan superkaya, Sukanto Tanoto. Kejahatan ini
diperkirakan merugikan negara Rp 786 miliar. Direktorat Jenderal Pajak telah
menetapkan hina anggota direksi Asian Agri sebagai tersangka kasus pidana
pajak. Jika kasus ini segera ditangani dengan tuntas, amat besar uang negara
yang bisa diselamatkan. Tidak
sewajarnya polisi mengkhianati program pemerintah. Mereka seharusnya segera
mengusut pula dugaan pencucian uang yang dilakukan Asian Agri. Perusahaan ini
diduga menyembunyikan hasil "penghematan" pajak ke berbagai bank di
luar negeri. Inilah yang mestinya diprioritaskan dibanding membidik orang yang
justru membantu membongkar dugaan penggelapan pajak.
3.2 Saran
Demikianlah
makalah ini saya buat, semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan pembaca mengenai penggelapan pajak yang dalam masa dewasa sekarang ini
semakin sering di perbincangkan ditengah-tengah masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Google,Mozilla.
“Contoh-Contoh penggelapan pajak”.Makassar
: STIEM Bongaya
Waluyo, 2006. Perpajakan Indonesia, Edisi 6, Jakarta :
Salemba Empat.
Mardiasmo, 2003. Perpajakan. Penerbit Andi Yogyakarta.
Zain, M. (2003). Manajemen Perpajakan. Jakarta:
Penerbit PT. Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar